Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal Pada Lembaga Pendidikan Tinggi
Sistem penjaminan mutu dalam lembaga pendidikan mutlak harus dijalankan dengan baik. Penjaminan mutu diperlukan sebagai alat untuk quality control/ pengawasan kualitas yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Menghasilkan lembaga pendidikan yang bermutu merupakan tanggung jawab pengelola pendidikan mulai dari pemerintah pusat, daerah, sampai pada pendidik dan tenaga kependidikan. Masyarakat memiliki hak sekaligus memiliki tanggung jawab terdapat hadirnya lembaga pendidikan yang berkualitas. Lembaga pendidikan tinggi merupakan ujung tombak dalam peningkatan perkembangan masyarakat. Hal ini karena pendidikan tinggi memiliki tri darma yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Transformasi lembaga pendidikan tinggi harus terus dilakukan untuk selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pendidikan tinggi berkualitas sangat penting bagi sebuah negara. Terutama bagi negara-negara berkembang. Pendidikan tinggi dapat memainkan peran penting dalam transformasi keseluruhan negara. Diantaranya; pendidikan tinggi dapat dan harus memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi negara; pendidikan tinggi dapat berkontribusi pada perkembangan demokrasi di negara sehingga dapat memberikan kontribusi pada pembaruan politik dan masyarakat; pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi pada pembangunan dan penegasan identitas sebuah bangsa, pendidikan tinggi dapat berkontribusi untuk memperkuat posisi dan reputasi negara di kancah internasional (Matei & Iwinska, 2016). Penjaminan mutu yang efektif merupakan tujuan dari semua lembaga pendidikan berkualitas. Penjaminan mutu internal berfungsi dalam menunjang target-target akademik, seperti kesesuaian klasifikasi gelar akademik dan validitas informasi tentang mutu akademik. Sementara itu, penjaminan mutu eksternal dirancang untuk memastikan lembaga telah menerapkan proses penjaminan mutu internal yang efektif. Penjaminan mutu eksternal juga berfungsi membantu mengarahkan persepsi publik dan akademik tentang mutu suatu lembaga pendidikan (Dill, 2010). Penjaminan Mutu Internal Sistem penjaminan mutu internal merupakan proses penjaminan mutu yang dilakukan secara mandiri oleh lembaga pendidikan. Penjaminan mutu internal membantu persiapan lembaga pendidikan untuk menjalani proses penjaminan mutu secara eksternal. Oleh karena itu penjaminan mutu internal harus mampu membuat program-program yang sesuai dengan tujuan pencapaian mutu yang baik. Kementerian Riset, Tekonologi, dan Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Direktorat Penjaminan Mutu Kemenristekdikti telah membuat pedoman penjaminan mutu internal di lembaga pendidikan tinggi. Beberapa prinsip yang harus dilakukan dalam upaya penjaminan mutu internal sebagai berikut: Pertama, Otonom. SPMI dikembangkan dan diimplementasikan secara otonom atau mandiri oleh setiap perguruan tinggi, baik pada aras Unit Pengelola Program Studi (Jurusan, Departemen, Sekolah, atau bentuk lain) maupun pada aras perguruan tinggi. Kedua, terstandar. SPMI menggunakan Standar Dikti yang terdiri atas SN Dikti yang ditetapkan oleh Menteri dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi. Ketiga, Akurasi. SPMI menggunakan data dan informasi yang akurat pada PD Dikti. Keempat, terencana dan berkelanjutan. SPMI diimplementasikan dengan menggunakan 5 (lima) langkah penjaminan mutu, yaitu PPEPP Standar Dikti yang membentuk suatu siklus. Kelima, terdokumentasi. Setiap langkah PPEPP dalam SPMI harus ditulis dalam suatu dokumen, dan didokumentasikan secara sistematis. Pada prinsipnya penjaminan mutu harus dilakukan dengan sungguhsungguh. Dukungan dari berbagai pihak merupakan hal yang akan sangat membantu lembaga pendidikan dalam pelaksanaannya. Penjaminan mutu internal harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk mencapai budaya mutu pada lembaga pendidikan. Penjaminan Mutu Eksternal Untuk mendapatkan kriteria kualitas, maka suatu lembaga pendidikan perlu mendapatkan pengakuan sekaligus legalitas dari lembaga lainnya. Penjaminan mutu eksternal penting untuk melihat capaian lembaga pendidikan dalam memenuhi standar yang telah ditentukan. Penjaminan mutu eksternal diperlukan untuk sebagai pertanggungjawaban dan alat publikasi kepada stakeholder lembaga pendidikan. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) merupakan kegiatan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu program studi dan perguruan tinggi (Riset & Pendidikan Tinggi, 2016). Demi kelancaran prosedur, akuntabilitas dan integritas lembaga penjamin mutu eksternal, maka orang-orang yang akan melakukan prosesnya (asesor) harus memiliki kompetensi. Cheung (2015) menjabarkan kompetensi penting yang harus dimiliki praktisi penjaminan mutu eksternal. Kompetensi tersebut antara lain: memiliki profesional, mampu memeriksa dengan sistematis, mampu menganalisis situasi, kemampuan manajemen, reflektif, dan memiliki kompetensi interpersonal. Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang ini terdapat aturan tentang penjaminan mutu, standar pendidikan tinggi, dan akreditasi. Sistem penjaminan mutu eksternal direncanakan, dievaluasi, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh BANPT dan/atau LAM melalui akreditasi sesuai dengan kewenangan masingmasing. Pelaksanaannya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Kontribusi Penjaminan Mutu terhadap Peningkatan Mutu Peningkatan mutu merupakan isu utama yang sering menjadi bahan diskusi baik secara ilmiah maupun non ilmiah di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang baik akan terus melakukan inovasi-inovasi agar upaya peningkatan mutu dapat diraih. Inovasi berkelanjutan dibutuhkan karena definisi mutu yang disepakati secara umum oleh ilmuwan/akademisi maupun praktisi belum ditemukan. Harvey & Green sebagaimana dikutip oleh Goldenberg (2018) memberikan lima kategori yang mengelompokkan berbagai cara berfikir tentang mutu, yaitu: Mutu sebagai sesuatu yang luar biasa. Lembaga pendidikan yang bermutu harus menunjukkan karakter-karakter yang luar biasa sehingga mampu menciptakan prestasi. Kualitas sebagai kesempurnaan atau konsistensi. Lembaga pendidikan bermutu harus mampu menunjukkan kesempurnaan (hampir tanpa cacat) dan harus dilakukan secara terus menerus memperbaiki demi mencapai kesempurnaan. Mutu menyesuaikan dengan tujuan. Setiap lembaga pendidikan harus memiliki tujuan yang disusun sesuai dengan visi dan misi lembaga. Mutu sebagai nilai untuk uang (keuntungan). Sebagai lembaga non profit tentunya mutu lembaga pendidikan tidak diukur dengan keuntungan berupa materi namun keuntungan diukur berdasarkan prestasi-prestasi yang diperoleh lembaga tersebut. Kualitas sebagai transformasi. Lembaga pendidikan harus terus berubah/ transformasi guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta perkembangan teknologi dan informasi. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan perkembangan merupakan hak peserta didik guna persiapan untuk menghadapi perkembangan zaman di masa depan. Dalam upaya penjaminan mutu, terdapat empat prinsip untuk sistem penjaminan mutu: 1) adanya lembaga koordinasi untuk membuat skema penjaminan mutu (LPM); 2) penyerahan laporan evaluasi diri/ oleh unit yang akan dievaluasi; 3) asesmen lapangan oleh lembaga akreditasi dan 4) laporan kepada publik tentang hasil evaluasi. Ini adalah model yang cukup umum yang dapat ditemukan dalam berbagai variasi di seluruh dunia (Bernhard, 2012). Untuk mendapatkan mutu pendidikan tinggi, lembaga pendidikan perlu melakukan prosedur yang sesuai dengan mekanisme. Penjaminan mutu yang baik harus dilakukan secara sistematis. Maksudnya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati dan efektif. Tahapan-tahapan dalam proses penjaminan mutu tersebut tentunya memiliki tujuan. Setidaknya terdapat lima tujuan untuk
Pentingnya Membangun Perguruan Tinggi Berbudaya Mutu
Secara rasional semua orang, organisasi, atau lembaga menyukai dan mengharapkan segala sesuatunya yang dimilikinya bermutu atau berkualitas. Berbagai upaya dilakukan yang berpacu dengan waktu memanfaatkan sumber daya yang ada. Pengelolaan sumber daya mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan akhirnya melakukan evaluasi. Hasil yang bermutu tidak akan datang begitu saja, itu semua melalui proses yang panjang mulai dari penyediaan sumber daya harus bermutu, dan prosesnya juga harus bermutu. Pengertian suatu hasil bermutu atau berkualitas, dapat dikarenakan produk dan jasa tersebut sesuai dengan permintaan, sesuai dengan kebutuhan atau karena produk dan jasa tersebut sesuai dengan ketentuan atau standar kualitas yang telah ditetapkan. Demikian juga halnya dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, harusnya berdasarkan pada standar mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu yang ditetapkan merupakan standar minimal yang harus dicapai atau dipenuhi. Hal ini berarti Perguruan Tinggi sudah harus menyiapkan dan memiliki standar mutu yang ingin dicapai. Standar mutu merupakan cerminan kondisi harapan-harapan para stakeholder terkait, utamanya para pengguna lulusan perguruan tinggi bersangkutan. Tugas utama Perguruan Tinggi yang lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni: pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Standard mutu yang disiapkan dan harus dimiliki juga terkait dengan tiga tugas utama tersebut. Karakteristik Organisasi Berbudaya Mutu Budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menciptakan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan perbaikan mutu yang berkesinambungan. Budaya mutu terdiri dari nilai-nilai, tradisi, prosedur dan harapan tentang promosi mutu. Sedangkan tujuan dari budaya mutu adalah untuk membentuk suatu lingkungan organisasi yang memiliki sistem nilai, tradisi, dan aturan-aturan yang mendukung untuk mencapai perbaikan mutu secara terus menerus. Menurut Nasution (2005), karakteristik organisasi yang memiliki budaya mutu adalah: Komunikasi yang terbuka dan kontinyu. Kemitraan internal yang saling mendukung. Pendekatan kerja sama tim dalam suatu proses dan dalam mengatasi masalah. Obsesi terhadap perbaikan terus menerus. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan secara luas. Menginginkan masukan dan umpan balik/feedback. Budaya mutu menurut Goetsch dan Davis (2002), adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan untuk meningkatkan kualitas. Pelibatan dan pemberian wewenang karyawan secara luas. Membentuk Lembaga Penjaminan Mutu Seiring dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada tahun 2003 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mulai menerapkan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi secara bertahap. Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi tersebut bertujuan untuk menjamin mutu. Penerbitan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) mengokohkan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Walaupun dengan nama baru, yaitu Sistem Penjaminan Mutu. Menurut Pasal 51 UU Dikti, Pendidikan Tinggi yang bermutu merupakan pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang bermutu tersebut, pemerintah menyelenggarakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti). Pasal 3 ayat (1) Permendikbud No. 50 Tahun 2014 Tentang SPM Dikti; Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Pasal 3ayat (2) s.d. ayat (4) Permendikbud No. 50 Tahun 2014 Tentang SPM Dikti. SPMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh perguruan tinggi. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut menjadi suatu kewajiban perguruan tinggi untuk membentuk lembaga atau badan yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen mutu. Melaksanakan Manajemen Mutu Manajemen merupakan seni untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut melalui beberapa tugas yang dikenal dengan fungsi manajemen, mulai dari merencanakan sampai akhirnya melakukan evaluasi. Demikian pula halnya dengan manajemen mutu di perguruan tinggi, mulai menetapkan standar mutu sampai akhirnya melakukan evaluasi terhadap proses dan hasilnya. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 52 ayat (1) disebutkan Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi secara berencana dan berkelanjutan. (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi. Siklus SPMI perguruan tinggi menurut Permendikbud No. 50 Tahun 2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi pasal 5 yaitu: menetapkan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan tinggi merupakan kegiatan penentuan standar/ukuran; pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan pemenuhan standar/ukuran; evaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan pembandingan antara luaran kegiatan pemenuhan standar/ukuran dengan standar/ukuran yang telah ditetapkan; pengendalian pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan analisis penyebab standar/ukuran yang tidak tercapai untuk dilakukan tindakan koreksi, dan peningkatan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan perbaikan standar/ukuran agar lebih tinggi dari standar/ukuran yang telah ditetapkan. Penetapan standar mutu mengacu pada Permenristek dan Dikti No. 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), yang terdiri dari standar nasional pendidikan, standar nasional penelitian, dan standar nasional pengabdian kepada masyarakat. Sebaik apapun rencana dan standar mutu yang ditetapkan, tidak akan mengubah apa-apa, kalau tidak diikuti oleh komitmen para pihak yang ada di perguruan tinggi. Sikap Mental Penyelenggaraan SPMI adalah: (1) semua pikiran dan tindakan pengelola Perguruan Tinggi. harus memprioritaskan mutu, (2) semua pikiran dan tindakan pengelola Perguruan Tinggi harus ditujukan pada kepuasan para pemangku kepentingan (internal dan eksternal), (3) setiap pihak yang menjalankan tugasnya dalam proses pendidikan pada PT harus menganggap pihak lain yang menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya tersebut sebagai pemangku kepentingan yang harus dipuaskan, (4) setiap pengambilan keputusan/kebijakan dalam proses pendidikan pada PT harus didasarkan pada analisis data, bukan berdasarkan pada asumsi atau rekayasa, dan (5) setiap pengambilan keputusan/kebijakan dalam proses pendidikan pada PT harus dilakukan secara partisipatif dan kolegial, bukan otoritatif. Penutup Untuk dapat membangun budaya mutu, pimpinan PT, seluruh dosen dan staf pendukung akademik harus memberikan komitmen untuk melakukan peningkatan mutu berkesinambungan (continuous quality improvement). PT harus memiliki sistem manajemen mutu (quality management system) yang dapat menjamin pelaksanaan peningkatan mutu berkesinambungan. Penjaminan mutu dilakukan bukan karena