Tujuan Penjaminan Mutu
Guna memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi secara internal dan untuk mewujudkan visi dan misi secara berkelanjutan, serta untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Tujuan penjaminan mutu dapat terwujud dengan melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal oleh Perguruan Tinggi, yang selanjutnya akan dikendalikan melalui Monitoring dan Evaluasi Diri (Monev) dan diaudit melalui kegiatan Audit Mutu lnternal (AMI). Pelaksanaan penjaminan mutu mempunyai tujuan. Tujuan kegiatan penjaminan mutu menurut pendapat Yorke (1997), antara lain sebagai berikut: Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui praktik yang terbaik dan mau mengadakan inovasi. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki. Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing”. Tujuan dari diselenggarakan penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah supaya memuaskan berbagai pihak yang berada di dalam organisasi, sehingga sasaran dapat tercapai. Penjaminan mutu atau kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi. Mekanisme penjaminan mutu/kualitas yang dipergunakan harus dapat menghentikan perubahan-perubahan apabila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan Penjaminan Mutu dalam dunia pendidikan meliputi: Memelihara dan meningkatkan mutu lembaga pendidikan secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu lembaga pendidikan secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya. Untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan pendidikan. Dalam arti, dengan adanya penjaminan mutu diharapkan para lulusan (output pendidikan) memiliki kualifikasi yang unggul sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat. Pencapaian tujuan penjaminan mutu melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal, akan dikontrol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang dijalankan oleh BAN-PT atau lembaga lain secara eksternal. Berkaitan dengan penjaminan kualitas, menurut Sanaky (2011), perkembangan Penjaminan Mutu Pendidikan menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut: Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh. Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain. Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan merupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan. Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan pemborosan. Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatan pengendalian melalui prosedur secara benar, sehingga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas. Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every)”. Mekanisme kerja sistem penjaminan mutu seperti dijelaskan dalam “Roda Deming,” yaitu satu roda yang terdiri dari empat langkah, yang berputar menurut jarum jam. Keempat proses langkah tersebut adalah (1) perencanaan (plan) (2) pelaksanaan (do), (3) evaluasi (check), dan (4) tindakan penyempurnaan (action) yang dapat digambarkan sebagai berikut: Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1). Sanaky, Hujair A. H. (2011). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). http://sanaky.staff.uii.ac.id/2011 diakses tanggal 10 Juni 2015. Yorke, M. (1997). The elusive quarry: total quality in higher education. Tertiary Education and Management, 3(2): 145–156.
Budaya Mutu
Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaian secara mandiri atas kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya, perwujudan dari benda-benda materi, sumber nilai kebudayaan yang terdiri atas cita-cita dan keterikatan terhadap nilai-nilai. Fokus budaya pada pola pikir seseorang yaitu bagaimanakah cara menganalisa sesuatu berdasarkan keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan ditempuh dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya guna mencapai harapan atau tujuan. Sedangkan, kebudayaan sendiri berkaitan dengan tradisi-tradisi yang dianut, simbol-simbol yang dibentuk oleh kelompok tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil keputusan atau tindakan yang dibenarkan sesuai dengan tradisi masing-masing kelompok suku (etnis). Budaya mutu pada dasarnya merupakan penggabungan antara kualitas dalam sistem organisasi, mengarah pada lingkungan internal yang positif dan penciptaan pelanggan. Pola pikir dapat berubah-ubah di setiap tingkatan manajemen. Sebagai proses dimulainya kualitas budaya dengan pimpinan yang memahami terhadap nilai pandang suatu sistem dan juga percaya dalam implementasinya. Jadi guna menciptakan budaya seperti pola berpikir yang selalu berubah-ubah adalah sangat penting. Hal tersebut dapat dicapai baik melalui realisasi diri pada tingkat atas ataupun melalui pelatihan-pelatihan dan lokakarya. Dalam Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal-hal pokok sebagai konsep yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu. Adapun hal-hal yang pokok tersebut adalah: Perbaikan terus menerus (continuous improvement). Menentukan standar mutu (quality assurance). Perubahan kultur (change of culture). Perubahan organisasi (up-down organization). Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1).
Proses Pendidikan di Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi merupakan wahana tenaga ahli yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan kepada pembangunan. Sebagai usaha sistematis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan empat kebijakan pokok dalam bidang pendidikan yaitu (1) pemerataan dan kesempatan; (2) relevansi pendidikan dengan pembangunan; (3) kualitas pendidikan; dan (4) efisiensi pendidikan. Khusus untuk perguruan tinggi akan lebih diutamakan membahas mengenai relevansi pendidikan dengan pembangunan yang dalam langkah pelaksanaannya dikenal dengan keterkaitan dan kesepadanan (link and match). Hanya dengan pengetahuan yang mendalam tentang apa yang dibutuhkan pembangunan tersebut, pendidikan akan dapat lebih mencapai hasil sesuai dengan misi, visi dan fungsinya. Upaya menciptakan keterkaitan dan kesepadanan tersebut mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi kegiatan-kegiatan pendidikan (proses belajar mengajar), penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam Dharma Pendidikan, perlu dievaluasi relevansi program dan jurusan yang ada dalam kebutuhan pembangunan, dalam arti apakah sumber daya manusia yang dihasilkan dapat diserap oleh kegiatan perekonomian dan pembangunan. Mengenai penyerapan lulusan perguruan tinggi ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang belum selesai, yang sebenarnya itu adanya perbedaan di dalam melakukan pendekatan. Sedikitnya itu ada dua pendekatan yang berbeda; yakni pendekatan dari dunia kerja dan pendekatan kalangan perguruan tinggi. Pendekatan pertama, menyatakan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak mampu bekerja sebagaimana yang di inginkan dunia kerja, yakni keahlian yang dimiliki masih jauh dari harapan. Pendekatan pertama ini menginginkan, lulusan perguruan tinggi itu harus memiliki keterampilan kerja (skill) yang memadai dan siap untuk bekerja. Kalangan perguruan tinggi sebenarnya tanggap dan merespon, sehingga disiapkan berbagai sarana dan prasarana, seperti komputerisasi; laboratorium, bengkel kerja dan pusat data. Namun pada kenyataannya dalam membentuk keahlian itu tidaklah memadai dan tidak menyebar secara merata di setiap perguruan tinggi. Pendekatan kedua, dari kalangan perguruan tinggi yang menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pendidikan yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Kecakapan dan keterampilan kerja (skill) itu memang tidak identik, keterampilan merupakan bagian dari kecakapan yang bisa dimiliki oleh calon ekonom. Pada pendekatan kedua ini memang, tujuan pendidikan itu tidak disiapkan hanya untuk siap kerja, tetapi jauh lebih luas, yakni menyangkut pembentukan peserta didik menjadi manusia seutuhnya dan keterampilan merupakan hal yang penting yang dapat dimiliki oleh seseorang. Namun demikian, seyogyanya perbedaan dua pendekatan yang berbeda ini harus dikembangkan adanya pemahaman yang mendalam sehingga tidak saling mengklaim benarnya sendiri, minimal dapat ditarik benang merahnya. Pendidikan sebagai suatu proses, pertama mengenal adanya raw-input dan instrumental input. Raw input merupakan peserta didik sedangkan instrumental input terdiri dari : gedung, perpustakaan, pedoman akademik, dosen, kurikulum, metode dan lain-lain. Kedua raw input dan instrumental input masuk dalam proses, yang ini akan memakan waktu delapan (8) semester. Ketiga, output (hasil didik) yang sesuai dengan kriteria institusi dan siap untuk masuk ke dalam persaingan sumber daya manusia. Dosen merupakan instrumen yang sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena dari dosenlah perpindahan ilmu dilakukan kepada peserta didik. Perguruan tinggi yang memiliki tenaga-tenaga dosen yang berkualitas akan banyak diminati oleh masyarakat. Karena itu program untuk meningkatkan kualitas para dosen adalah merupakan kewajiban yang tidak ditawar-tawar lagi pada saat ini dan dimasa mendatang. Perguruan tinggi yang tidak mau mengikuti arusnya perkembangan perubahan sekarang dan dimasa datang akan ditinggalkan oleh masyarakat dan lambat atau cepat akan mengalami kemunduran, yang akhirnya akan mengalami keruntuhan. Disisi lain, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Kurikulum dibagi dalam kurikulum inti dan kurikulum lokal (institusional). Kurikulum inti adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berlaku secara nasional untuk setiap program studi, yang memuat tujuan pendidikan, isi pengetahuan, dan kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik, dalam penyelesaian suatu program studi. Disisi lain kurikulum lokal (institusional) adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berkenaan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi, perguruan tinggi yang bersangkutan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. (Pasal 38 ayat 3 dan 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Mengenai pengembangan kurikulum ini, disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangkan Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : Pengikatan iman dan takwa. Peningkatan akhlak mulia. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik. Keragaman potensi daerah dan lingkungan. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Tuntutan dunia kerja. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Agama. Dinamika perkembangan global, dan Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (Pasal 36 ayat 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1).