Tujuan Penjaminan Mutu

Guna memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi secara internal dan untuk mewujudkan visi dan misi secara berkelanjutan, serta untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Tujuan penjaminan mutu dapat terwujud dengan melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal oleh Perguruan Tinggi, yang selanjutnya akan dikendalikan melalui Monitoring dan Evaluasi Diri (Monev) dan diaudit melalui kegiatan Audit Mutu lnternal (AMI). Pelaksanaan penjaminan mutu mempunyai tujuan. Tujuan kegiatan penjaminan mutu menurut pendapat Yorke (1997), antara lain sebagai berikut: Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan berkesinambungan melalui praktik yang terbaik dan mau mengadakan inovasi. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat dan dapat dipercaya. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki. Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing”. Tujuan dari diselenggarakan penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah supaya memuaskan berbagai pihak yang berada di dalam organisasi, sehingga sasaran dapat tercapai. Penjaminan mutu atau kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi. Mekanisme penjaminan mutu/kualitas yang dipergunakan harus dapat menghentikan perubahan-perubahan apabila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan Penjaminan Mutu dalam dunia pendidikan meliputi: Memelihara dan meningkatkan mutu lembaga pendidikan secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu lembaga pendidikan secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya. Untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan pendidikan. Dalam arti, dengan adanya penjaminan mutu diharapkan para lulusan (output pendidikan) memiliki kualifikasi yang unggul sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat. Pencapaian tujuan penjaminan mutu melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan secara internal, akan dikontrol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang dijalankan oleh BAN-PT atau lembaga lain secara eksternal. Berkaitan dengan penjaminan kualitas, menurut Sanaky (2011), perkembangan Penjaminan Mutu Pendidikan menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut: Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh. Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain. Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan merupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan. Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan pemborosan. Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatan pengendalian melalui prosedur secara benar, sehingga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitas, dan profitabilitas. Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every)”. Mekanisme kerja sistem penjaminan mutu seperti dijelaskan dalam “Roda Deming,” yaitu satu roda yang terdiri dari empat langkah, yang berputar menurut jarum jam. Keempat proses langkah tersebut adalah (1) perencanaan (plan) (2) pelaksanaan (do), (3) evaluasi (check), dan (4) tindakan penyempurnaan (action) yang dapat digambarkan sebagai berikut: Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1). Sanaky, Hujair A. H. (2011). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). http://sanaky.staff.uii.ac.id/2011 diakses tanggal 10 Juni 2015. Yorke, M. (1997). The elusive quarry: total quality in higher education. Tertiary Education and Management, 3(2): 145–156.

Budaya Mutu

Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaian secara mandiri atas kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya, perwujudan dari benda-benda materi, sumber nilai kebudayaan yang terdiri atas cita-cita dan keterikatan terhadap nilai-nilai. Fokus budaya pada pola pikir seseorang yaitu bagaimanakah cara menganalisa sesuatu berdasarkan keyakinannya dan bagaimana langkah yang akan ditempuh dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya guna mencapai harapan atau tujuan. Sedangkan, kebudayaan sendiri berkaitan dengan tradisi-tradisi yang dianut, simbol-simbol yang dibentuk oleh kelompok tertentu dan nilai yang menjadi pedoman hidup dalam mengambil keputusan atau tindakan yang dibenarkan sesuai dengan tradisi masing-masing kelompok suku (etnis). Budaya mutu pada dasarnya merupakan penggabungan antara kualitas dalam sistem organisasi, mengarah pada lingkungan internal yang positif dan penciptaan pelanggan. Pola pikir dapat berubah-ubah di setiap tingkatan manajemen. Sebagai proses dimulainya kualitas budaya dengan pimpinan yang memahami terhadap nilai pandang suatu sistem dan juga percaya dalam implementasinya. Jadi guna menciptakan budaya seperti pola berpikir yang selalu berubah-ubah adalah sangat penting. Hal tersebut dapat dicapai baik melalui realisasi diri pada tingkat atas ataupun melalui pelatihan-pelatihan dan lokakarya. Dalam Total Quality Management in Education perlu diperhatikan beberapa hal-hal pokok sebagai konsep yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas atau mutu. Adapun hal-hal yang pokok tersebut adalah: Perbaikan terus menerus (continuous improvement). Menentukan standar mutu (quality assurance). Perubahan kultur (change of culture). Perubahan organisasi (up-down organization). Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1).

Proses Pendidikan di Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan wahana tenaga ahli yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan kepada pembangunan. Sebagai usaha sistematis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan empat kebijakan pokok dalam bidang pendidikan yaitu (1) pemerataan dan kesempatan; (2) relevansi pendidikan dengan pembangunan; (3) kualitas pendidikan; dan (4) efisiensi pendidikan. Khusus untuk perguruan tinggi akan lebih diutamakan membahas mengenai relevansi pendidikan dengan pembangunan yang dalam langkah pelaksanaannya dikenal dengan keterkaitan dan kesepadanan (link and match). Hanya dengan pengetahuan yang mendalam tentang apa yang dibutuhkan pembangunan tersebut, pendidikan akan dapat lebih mencapai hasil sesuai dengan misi, visi dan fungsinya. Upaya menciptakan keterkaitan dan kesepadanan tersebut mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi kegiatan-kegiatan pendidikan (proses belajar mengajar), penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam Dharma Pendidikan, perlu dievaluasi relevansi program dan jurusan yang ada dalam kebutuhan pembangunan, dalam arti apakah sumber daya manusia yang dihasilkan dapat diserap oleh kegiatan perekonomian dan pembangunan. Mengenai penyerapan lulusan perguruan tinggi ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan yang belum selesai, yang sebenarnya itu adanya perbedaan di dalam melakukan pendekatan. Sedikitnya itu ada dua pendekatan yang berbeda; yakni pendekatan dari dunia kerja dan pendekatan kalangan perguruan tinggi. Pendekatan pertama, menyatakan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak mampu bekerja sebagaimana yang di inginkan dunia kerja, yakni keahlian yang dimiliki masih jauh dari harapan. Pendekatan pertama ini menginginkan, lulusan perguruan tinggi itu harus memiliki keterampilan kerja (skill) yang memadai dan siap untuk bekerja. Kalangan perguruan tinggi sebenarnya tanggap dan merespon, sehingga disiapkan berbagai sarana dan prasarana, seperti komputerisasi; laboratorium, bengkel kerja dan pusat data. Namun pada kenyataannya dalam membentuk keahlian itu tidaklah memadai dan tidak menyebar secara merata di setiap perguruan tinggi. Pendekatan kedua, dari kalangan perguruan tinggi yang menyatakan bahwa sesuai dengan tujuan pendidikan yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Kecakapan dan keterampilan kerja (skill) itu memang tidak identik, keterampilan merupakan bagian dari kecakapan yang bisa dimiliki oleh calon ekonom. Pada pendekatan kedua ini memang, tujuan pendidikan itu tidak disiapkan hanya untuk siap kerja, tetapi jauh lebih luas, yakni menyangkut pembentukan peserta didik menjadi manusia seutuhnya dan keterampilan merupakan hal yang penting yang dapat dimiliki oleh seseorang. Namun demikian, seyogyanya perbedaan dua pendekatan yang berbeda ini harus dikembangkan adanya pemahaman yang mendalam sehingga tidak saling mengklaim benarnya sendiri, minimal dapat ditarik benang merahnya. Pendidikan sebagai suatu proses, pertama mengenal adanya raw-input dan instrumental input. Raw input merupakan peserta didik sedangkan instrumental input terdiri dari : gedung, perpustakaan, pedoman akademik, dosen, kurikulum, metode dan lain-lain. Kedua raw input dan instrumental input masuk dalam proses, yang ini akan memakan waktu delapan (8) semester. Ketiga, output (hasil didik) yang sesuai dengan kriteria institusi dan siap untuk masuk ke dalam persaingan sumber daya manusia. Dosen merupakan instrumen yang sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena dari dosenlah perpindahan ilmu dilakukan kepada peserta didik. Perguruan tinggi yang memiliki tenaga-tenaga dosen yang berkualitas akan banyak diminati oleh masyarakat. Karena itu program untuk meningkatkan kualitas para dosen adalah merupakan kewajiban yang tidak ditawar-tawar lagi pada saat ini dan dimasa mendatang. Perguruan tinggi yang tidak mau mengikuti arusnya perkembangan perubahan sekarang dan dimasa datang akan ditinggalkan oleh masyarakat dan lambat atau cepat akan mengalami kemunduran, yang akhirnya akan mengalami keruntuhan. Disisi lain, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Kurikulum dibagi dalam kurikulum inti dan kurikulum lokal (institusional). Kurikulum inti adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berlaku secara nasional untuk setiap program studi, yang memuat tujuan pendidikan, isi pengetahuan, dan kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik, dalam penyelesaian suatu program studi. Disisi lain kurikulum lokal (institusional) adalah bagian dari kurikulum pendidikan tinggi yang berkenaan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi, perguruan tinggi yang bersangkutan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. (Pasal 38 ayat 3 dan 4 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Mengenai pengembangan kurikulum ini, disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangkan Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : Pengikatan iman dan takwa. Peningkatan akhlak mulia. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik. Keragaman potensi daerah dan lingkungan. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional. Tuntutan dunia kerja. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Agama. Dinamika perkembangan global, dan Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (Pasal 36 ayat 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Referensi: Asmawi, M. R. (2010). Strategi meningkatkan lulusan bermutu di perguruan tinggi. Hubs-Asia, 10(1).

Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal Pada Lembaga Pendidikan Tinggi

Sistem penjaminan mutu dalam lembaga pendidikan mutlak harus dijalankan dengan baik. Penjaminan mutu diperlukan sebagai alat untuk quality control/ pengawasan kualitas yang ada di lembaga pendidikan tersebut. Menghasilkan lembaga pendidikan yang bermutu merupakan tanggung jawab pengelola pendidikan mulai dari pemerintah pusat, daerah, sampai pada pendidik dan tenaga kependidikan. Masyarakat memiliki hak sekaligus memiliki tanggung jawab terdapat hadirnya lembaga pendidikan yang berkualitas. Lembaga pendidikan tinggi merupakan ujung tombak dalam peningkatan perkembangan masyarakat. Hal ini karena pendidikan tinggi memiliki tri darma yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Transformasi lembaga pendidikan tinggi harus terus dilakukan untuk selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.  Pendidikan tinggi berkualitas sangat penting bagi sebuah negara. Terutama bagi negara-negara berkembang. Pendidikan tinggi dapat memainkan peran penting dalam transformasi keseluruhan negara. Diantaranya; pendidikan tinggi dapat dan harus memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi negara;  pendidikan tinggi dapat berkontribusi pada perkembangan demokrasi di negara sehingga dapat memberikan kontribusi pada pembaruan politik dan masyarakat;  pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi pada pembangunan dan penegasan identitas sebuah bangsa,  pendidikan tinggi dapat berkontribusi untuk memperkuat posisi dan reputasi negara di kancah internasional (Matei & Iwinska, 2016). Penjaminan mutu yang efektif merupakan tujuan dari semua lembaga pendidikan berkualitas. Penjaminan mutu internal berfungsi dalam menunjang target-target akademik, seperti kesesuaian klasifikasi gelar akademik dan validitas informasi tentang mutu akademik. Sementara itu, penjaminan mutu eksternal dirancang untuk memastikan lembaga telah menerapkan proses penjaminan mutu internal yang efektif. Penjaminan mutu eksternal juga berfungsi membantu mengarahkan persepsi publik dan akademik tentang mutu suatu lembaga pendidikan (Dill, 2010). Penjaminan Mutu Internal Sistem penjaminan mutu internal merupakan proses penjaminan mutu yang dilakukan secara mandiri oleh lembaga pendidikan. Penjaminan mutu internal membantu persiapan lembaga pendidikan untuk menjalani proses penjaminan mutu secara eksternal. Oleh karena itu penjaminan mutu internal harus mampu membuat program-program yang sesuai dengan tujuan pencapaian mutu yang baik. Kementerian Riset, Tekonologi, dan Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Direktorat Penjaminan Mutu Kemenristekdikti telah membuat pedoman penjaminan mutu internal di lembaga pendidikan tinggi. Beberapa prinsip yang harus dilakukan dalam upaya penjaminan mutu internal sebagai berikut: Pertama, Otonom. SPMI dikembangkan dan diimplementasikan secara otonom atau mandiri oleh setiap perguruan tinggi, baik pada aras Unit Pengelola Program Studi (Jurusan, Departemen, Sekolah, atau bentuk lain) maupun pada aras perguruan tinggi. Kedua, terstandar. SPMI menggunakan Standar Dikti yang terdiri atas SN Dikti yang ditetapkan oleh Menteri dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi. Ketiga, Akurasi. SPMI menggunakan data dan informasi yang akurat pada PD Dikti. Keempat, terencana dan berkelanjutan. SPMI diimplementasikan dengan menggunakan 5 (lima) langkah penjaminan mutu, yaitu PPEPP Standar Dikti yang membentuk suatu siklus. Kelima, terdokumentasi. Setiap langkah PPEPP dalam SPMI harus  ditulis dalam suatu dokumen, dan didokumentasikan secara sistematis.  Pada prinsipnya penjaminan mutu harus dilakukan dengan sungguhsungguh. Dukungan dari berbagai pihak merupakan hal yang akan sangat membantu lembaga pendidikan dalam pelaksanaannya. Penjaminan mutu internal harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk mencapai budaya mutu pada lembaga pendidikan. Penjaminan Mutu Eksternal Untuk mendapatkan kriteria kualitas, maka suatu lembaga pendidikan perlu mendapatkan pengakuan sekaligus legalitas dari lembaga lainnya. Penjaminan mutu eksternal penting untuk melihat capaian lembaga pendidikan dalam memenuhi standar yang telah ditentukan. Penjaminan mutu eksternal diperlukan untuk sebagai pertanggungjawaban dan alat publikasi kepada stakeholder lembaga pendidikan.  Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) merupakan kegiatan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu program studi dan perguruan tinggi (Riset & Pendidikan Tinggi, 2016). Demi kelancaran prosedur, akuntabilitas dan integritas lembaga penjamin mutu eksternal, maka orang-orang yang akan melakukan prosesnya (asesor) harus memiliki kompetensi. Cheung (2015) menjabarkan kompetensi penting yang harus dimiliki praktisi penjaminan mutu eksternal. Kompetensi tersebut antara lain: memiliki profesional, mampu memeriksa dengan sistematis, mampu menganalisis situasi, kemampuan manajemen, reflektif, dan memiliki kompetensi interpersonal. Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam undang-undang ini terdapat aturan tentang penjaminan mutu, standar pendidikan tinggi, dan akreditasi. Sistem penjaminan mutu eksternal direncanakan, dievaluasi, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh BANPT dan/atau LAM melalui akreditasi sesuai dengan kewenangan masingmasing. Pelaksanaannya mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Kontribusi Penjaminan Mutu terhadap Peningkatan Mutu Peningkatan mutu merupakan isu utama yang sering menjadi bahan diskusi baik secara ilmiah maupun non ilmiah di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang baik akan terus melakukan inovasi-inovasi agar upaya peningkatan mutu dapat diraih. Inovasi berkelanjutan dibutuhkan karena definisi mutu yang disepakati secara umum oleh ilmuwan/akademisi maupun praktisi belum ditemukan. Harvey & Green sebagaimana dikutip oleh Goldenberg (2018) memberikan lima kategori yang mengelompokkan berbagai cara berfikir tentang mutu, yaitu: Mutu sebagai sesuatu yang luar biasa. Lembaga pendidikan yang bermutu harus menunjukkan karakter-karakter yang luar biasa sehingga mampu menciptakan prestasi.  Kualitas sebagai kesempurnaan atau konsistensi. Lembaga pendidikan bermutu harus mampu menunjukkan kesempurnaan (hampir tanpa cacat) dan harus dilakukan secara terus menerus memperbaiki demi mencapai kesempurnaan. Mutu menyesuaikan dengan tujuan. Setiap lembaga pendidikan harus memiliki tujuan yang disusun sesuai dengan visi dan misi lembaga.  Mutu sebagai nilai untuk uang (keuntungan). Sebagai lembaga non profit tentunya mutu lembaga pendidikan tidak diukur dengan keuntungan berupa materi namun keuntungan diukur berdasarkan prestasi-prestasi yang diperoleh lembaga tersebut. Kualitas sebagai transformasi. Lembaga pendidikan harus terus berubah/ transformasi guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta perkembangan teknologi dan informasi. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan perkembangan merupakan hak peserta didik guna persiapan untuk menghadapi perkembangan zaman di masa depan. Dalam upaya penjaminan mutu, terdapat empat prinsip untuk sistem penjaminan mutu: 1) adanya lembaga koordinasi untuk membuat skema penjaminan mutu (LPM); 2) penyerahan laporan evaluasi diri/ oleh unit yang akan dievaluasi; 3) asesmen lapangan oleh lembaga akreditasi dan 4) laporan kepada publik tentang hasil evaluasi. Ini adalah model yang cukup umum yang dapat ditemukan dalam berbagai variasi di seluruh dunia (Bernhard, 2012). Untuk mendapatkan mutu pendidikan tinggi, lembaga pendidikan perlu melakukan prosedur yang sesuai dengan mekanisme. Penjaminan mutu yang baik harus dilakukan secara sistematis. Maksudnya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati dan efektif. Tahapan-tahapan dalam proses penjaminan mutu tersebut tentunya memiliki tujuan. Setidaknya terdapat lima tujuan untuk

Pentingnya Membangun Perguruan Tinggi Berbudaya Mutu

Secara rasional semua orang, organisasi, atau lembaga menyukai dan mengharapkan segala sesuatunya yang dimilikinya bermutu atau berkualitas. Berbagai upaya dilakukan yang berpacu dengan waktu memanfaatkan sumber daya yang ada. Pengelolaan sumber daya mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan akhirnya melakukan evaluasi. Hasil yang bermutu tidak akan datang begitu saja, itu semua melalui proses yang panjang mulai dari penyediaan sumber daya harus bermutu, dan prosesnya juga harus bermutu. Pengertian suatu hasil bermutu atau berkualitas, dapat dikarenakan produk dan jasa tersebut sesuai dengan permintaan, sesuai dengan kebutuhan atau karena produk dan jasa tersebut sesuai dengan ketentuan atau standar kualitas yang telah ditetapkan. Demikian juga halnya dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, harusnya berdasarkan pada standar mutu yang telah ditetapkan. Standar mutu yang ditetapkan merupakan standar minimal yang harus dicapai atau dipenuhi. Hal ini berarti Perguruan Tinggi sudah harus menyiapkan dan memiliki standar mutu yang ingin dicapai. Standar mutu merupakan cerminan kondisi harapan-harapan para stakeholder terkait, utamanya para pengguna lulusan perguruan tinggi bersangkutan. Tugas utama Perguruan Tinggi yang lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni: pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Standard mutu yang disiapkan dan harus dimiliki juga terkait dengan tiga tugas utama tersebut. Karakteristik Organisasi Berbudaya Mutu Budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menciptakan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan perbaikan mutu yang berkesinambungan. Budaya mutu terdiri dari nilai-nilai, tradisi, prosedur dan harapan tentang promosi mutu. Sedangkan tujuan dari budaya mutu adalah untuk membentuk suatu lingkungan organisasi yang memiliki sistem nilai, tradisi, dan aturan-aturan yang mendukung untuk mencapai perbaikan mutu secara terus menerus. Menurut Nasution (2005), karakteristik organisasi yang memiliki budaya mutu adalah: Komunikasi yang terbuka dan kontinyu. Kemitraan internal yang saling mendukung. Pendekatan kerja sama tim dalam suatu proses dan dalam mengatasi masalah. Obsesi terhadap perbaikan terus menerus. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan secara luas. Menginginkan masukan dan umpan balik/feedback. Budaya mutu menurut Goetsch dan Davis (2002), adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan mutu secara terus menerus. Budaya mutu terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, tradisi, prosedur, dan harapan untuk meningkatkan kualitas. Pelibatan dan pemberian wewenang karyawan secara luas. Membentuk Lembaga Penjaminan Mutu Seiring dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada tahun 2003 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mulai menerapkan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi secara bertahap. Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi tersebut bertujuan untuk menjamin mutu. Penerbitan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) mengokohkan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Walaupun dengan nama baru, yaitu Sistem Penjaminan Mutu. Menurut Pasal 51 UU Dikti, Pendidikan Tinggi yang bermutu merupakan pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan yang mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang bermutu tersebut, pemerintah menyelenggarakan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti). Pasal 3 ayat (1) Permendikbud No. 50 Tahun 2014 Tentang SPM Dikti; Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Pasal 3ayat (2) s.d. ayat (4) Permendikbud No. 50 Tahun 2014 Tentang SPM Dikti. SPMI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan, dan dikembangkan oleh perguruan tinggi. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut menjadi suatu kewajiban perguruan tinggi untuk membentuk lembaga atau badan yang bertanggung jawab untuk melakukan manajemen mutu. Melaksanakan Manajemen Mutu Manajemen merupakan seni untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut melalui beberapa tugas yang dikenal dengan fungsi manajemen, mulai dari merencanakan sampai akhirnya melakukan evaluasi. Demikian pula halnya dengan manajemen mutu di perguruan tinggi, mulai menetapkan standar mutu sampai akhirnya melakukan evaluasi terhadap proses dan hasilnya. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 52 ayat (1) disebutkan Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi secara berencana dan berkelanjutan. (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi. Siklus SPMI perguruan tinggi menurut Permendikbud No. 50 Tahun 2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi pasal 5 yaitu: menetapkan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan tinggi merupakan kegiatan penentuan standar/ukuran; pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan pemenuhan standar/ukuran; evaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan pembandingan antara luaran kegiatan pemenuhan standar/ukuran dengan standar/ukuran yang telah ditetapkan; pengendalian pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan analisis penyebab standar/ukuran yang tidak tercapai untuk dilakukan tindakan koreksi, dan peningkatan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi merupakan kegiatan perbaikan standar/ukuran agar lebih tinggi dari standar/ukuran yang telah ditetapkan. Penetapan standar mutu mengacu pada Permenristek dan Dikti No. 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), yang terdiri dari standar nasional pendidikan, standar nasional penelitian, dan standar nasional pengabdian kepada masyarakat. Sebaik apapun rencana dan standar mutu yang ditetapkan, tidak akan mengubah apa-apa, kalau tidak diikuti oleh komitmen para pihak yang ada di perguruan tinggi. Sikap Mental Penyelenggaraan SPMI adalah: (1) semua pikiran dan tindakan pengelola Perguruan Tinggi. harus memprioritaskan mutu, (2) semua pikiran dan tindakan pengelola Perguruan Tinggi harus ditujukan pada kepuasan para pemangku kepentingan (internal dan eksternal), (3) setiap pihak yang menjalankan tugasnya dalam proses pendidikan pada PT harus menganggap pihak lain yang menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya tersebut sebagai pemangku kepentingan yang harus dipuaskan, (4) setiap pengambilan keputusan/kebijakan dalam proses pendidikan pada PT harus didasarkan pada analisis data, bukan berdasarkan pada asumsi atau rekayasa, dan (5) setiap pengambilan keputusan/kebijakan dalam proses pendidikan pada PT harus dilakukan secara partisipatif dan kolegial, bukan otoritatif. Penutup Untuk dapat membangun budaya mutu, pimpinan PT, seluruh dosen dan staf pendukung akademik harus memberikan komitmen untuk melakukan peningkatan mutu berkesinambungan (continuous quality improvement). PT harus memiliki sistem manajemen mutu (quality management system) yang dapat menjamin pelaksanaan peningkatan mutu berkesinambungan. Penjaminan mutu dilakukan bukan karena

Syarat dan Perbedaan PTN-BH, PTN-BLU, dan PTN-Satker di Perguruan Tinggi Negeri

Perguruan Tinggi Negeri

Syarat dan Perbedaan PTN-BH, PTN-BLU, dan PTN-Satker di Perguruan Tinggi Negeri SEMARANG – Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu PTN-BH (Badan Hukum), PTN-BLU (Badan Layanan Umum), dan PTN-Satker (Satuan Kerja). Masing-masing kategori ini memiliki karakteristik dan tingkat otonomi yang berbeda, terutama dalam pengelolaan akademik dan keuangan. Menjadi PTN-BH adalah tujuan banyak perguruan tinggi karena memberikan kendali penuh atas pengelolaan aspek akademik dan non-akademik, termasuk keuangan. Perbedaan Utama Antara PTN-BH, PTN-BLU, dan PTN-Satker 1. PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) PTN-BH memiliki kendali penuh dalam mengelola seluruh aspek, baik akademik maupun non-akademik. Perguruan tinggi dengan status ini memiliki regulasi yang lebih fleksibel, terutama dalam pengelolaan keuangan, yang memungkinkan mereka untuk lebih mandiri. 2. PTN-BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum) PTN-BLU memiliki otonomi dalam mengelola penerimaan non-pajak. Dana yang diterima oleh PTN-BLU dikelola secara mandiri dan kemudian dilaporkan kepada negara, memberikan fleksibilitas dalam penggunaan anggaran. 3. PTN-Satker (Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja) PTN-Satker adalah bagian dari satuan kerja Kementerian. Segala bentuk pendapatan yang diperoleh harus masuk terlebih dahulu ke rekening negara sebelum dapat digunakan, membuatnya memiliki kendali yang lebih terbatas dibandingkan PTN-BH dan PTN-BLU. Syarat Menjadi PTN-BH: Apa yang Harus Dipenuhi? Menjadi PTN-BH bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 04 Tahun 2020, PTN yang ingin bertransformasi menjadi PTN-BH harus memenuhi beberapa persyaratan penting, antara lain: Menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi yang BermutuPTN harus mampu menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan kualitas yang tinggi.   Mengelola Organisasi Berdasarkan Prinsip Tata Kelola yang BaikPTN harus menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan organisasi. Memenuhi Standar Minimum Kelayakan FinansialPTN harus memiliki stabilitas keuangan yang memadai untuk menjalankan operasional secara mandiri. Menjalankan Tanggung Jawab SosialPTN harus aktif dalam memberikan kontribusi sosial kepada masyarakat. Berperan dalam Pembangunan PerekonomianPTN harus menunjukkan peran nyata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat lokal maupun nasional. Jika Anda ingin mendapatkan panduan lengkap untuk mencapai status PTN-BH atau membutuhkan pendampingan dalam proses ini, konsultasikan kebutuhan Anda dengan kami di mutuperguruantinggi.id. Kami siap membantu Perguruan Tinggi Anda meraih otonomi penuh dengan persiapan yang matang dan strategi yang tepat. Hubungi Kami Sekarang! Add Your Heading Text Here

Webinar Penguatan Budaya Mutu Melalui SPMI: Strategi Menuju Akreditasi Unggul

Penguatan Budaya Mutu

Webinar Penguatan Budaya Mutu Melalui SPMI: Strategi Menuju Akreditasi Unggul SEMARANG – Platform mutuperguruantinggi.id kembali menyelenggarakan kelas mutu yang ditujukan untuk civitas akademika perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting pada Kamis, 24 November 2022. Narasumber utama dalam acara ini adalah Ibu Dr. Wiwik Sri Utami, M.P, seorang ahli dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Tema Webinar: “Strategi Penguatan Budaya Mutu melalui SPMI yang Terukur dan Berkelanjutan” Dalam kelas mutu kali ini tema yang diangkat adalah “Strategi Penguatan Budaya Mutu melalui SPMI yang Terukur dan Berkelanjutan Menuju Akreditasi Unggul”. Tema ini sangat relevan bagi perguruan tinggi yang berambisi mendapatkan akreditasi unggul dan ingin memahami langkah-langkah dalam membangun serta mempertahankan budaya mutu di institusi mereka. Budaya mutu harus dijalankan secara konsisten dari tingkat pimpinan hingga personel di lapangan. Apa Itu Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)? Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah pendekatan sistemik yang diterapkan secara otonom oleh perguruan tinggi untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Implementasi SPMI yang baik, terukur, dan berkelanjutan berpotensi meningkatkan kualitas program studi dan keseluruhan perguruan tinggi. Wawasan dari Ibu Dr. Wiwik Sri Utami, M.P Dalam paparan selama webinar, Ibu Wiwik menekankan pentingnya perbaikan berkelanjutan, bahkan dari aspek terkecil, untuk membentuk kebiasaan baik dan menjaga mutu perguruan tinggi. Beberapa poin penting yang disampaikan meliputi: Komunikasi Terbuka: Pentingnya komunikasi yang jujur dan terbuka antar personel. Kerjasama Tim: Mendorong kerjasama yang solid di dalam tim. Masukan dan Umpan Balik: Aktif mencari dan menerima umpan balik konstruktif. Komitmen Pimpinan: Adanya dukungan dan komitmen penuh dari pimpinan institusi. Partisipasi dan Keberhasilan Kelas Mutu Kelas mutu ini dihadiri oleh lebih dari 200 perwakilan perguruan tinggi dari berbagai daerah di Indonesia. Mutuperguruantinggi.id berkomitmen untuk terus mengadakan kelas-kelas mutu dengan tema-tema yang relevan dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Ikutilah Kelas Mutu Kami! Jangan lewatkan kesempatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi Anda! Bergabunglah dalam kelas mutu berikutnya dan temukan strategi efektif untuk mencapai akreditasi unggul. Daftar Sekarang dan Ikuti Kelas Mutu Kami. Sampai jumpa di acara selanjutnya!

Open chat
Hello 👋
GRATIS Konsultasi Sistem Manajemen Mutu Untuk Perguruan Tinggi Anda!